Jumat, 01 November 2013

Sekali lagi tentang Reformasi Hukum


Banyak orang sudah bosan menulis dan berdiskusi tentang reformasi hukum.Termasuk
saya ! Tetapi kenapa saya mau juga sekarang mengangkat tema ini ?
Karena saya tergelitik oleh tulisan teman saya Subagio Sutjitro SH* (menulis sebagai warganegara
biasa-bukan pejabat, bukan pengusaha dan bukan juga politikus !). Di bawah ini sedikit
tentang pemahamannya serta gagasannya menjalankan reformasi hukum.

Bagi beliau reformasi hukum adalah (dipersamakan atau diutamakan sebagai) reformasi melalui undang-undang.
Wacananya adalah hukum (undang-undang) tidak tegas dan demokrasi di Indonesia “belum mateng” (ini istilah beliau !). Dalam situasi seperti ini maka lumrah saja korupsi merajalela (termasuk money politics dan mafia hukum) serta rakyat miskin tetap tidak ada harapan (alias tetap miskin dan menderita). Dan tidak ada kestabilan politik, sehingga kebijaksanaan pemerintah terganggu baik di Kabinet dan DPR (karena Presiden sebagai kepala pemerintahan harus berkoalisi dengan partai-partai yang mempunyai kepentingan berbeda dengan tujuan kebijakan Presiden).

Solusi beliau sederhana (sekali !), pertegas hukum (melalui reformasi undang-undang) dengan mengancamkan hukuman mati untuk semua koruptor yang merugikan Negara satu milyar ke atas. Kalau saya tidak salah maksudnya adalah pidana mati merupakan satu-satunya ancaman terhadap pelaku korupsi satu milyar rupiah ke atas. Tidak ada alternatif ancaman pidana (jadi seperti di Singapura dan Malaysia terhadap narkoba).
Prediksi beliau korupsi (yang satu milyar ke atas ??) akan hilang karena koruptor potensial akan takut. Tetapi bagaimana dengan koruptor yang sudah puas dengan korupsi sejumlah 900 juta atau kurang, dan berspekulasi akan dapat hukuman 5(lima) tahun kalau terbukti di Pengadilan ? Atau mereka yang “berani-mati” 100 milyar atau lebih dengan spekulasi tidak-ketahuan ? Ataupun bila ketahuan dapat sebar masing-masing 25 milyar di Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan untuk dapat putusan bebas dan minim penderitaan dalam tahanan (ingat Pak Gayus Tambunan !)?. Gagasan SS (Subagio Sutjitro) ini kurang memahami “psikologi koruptor” dan kurang mengapresiasi “intelektualitas dan kecerdikan koruptor” !

Bagaimana dengan pendapatnya tentang “belum-matengnya” demokrasi Indonesia dan mengharapkan Rakyat mendukung suatu Partai Rakyat Anti-Korupsi (PARAK) ?
Mungkin benar demokrasi Indonesia masih dalam proses, tetapi rakyat “sudah-mateng”. Rakyat tidak mau lagi ikut-ikutan dengan Partai yang hanya memiliki cita-cita dan janji-janji.
Rakyat sudah-mateng mengetahui “harga-dirinya”.
Mau nyoblos: berapa uang-sakunya ? Mau demonstrasi berapa: uang transport + uang makannya ? Kalau pakai merusak pagar atau bakar ban mobil dan ganggu lalu-lintas; tambah lagi ongkosnya – apalagi kalau demo pakai bakar-gedung (gereja atau mesjid atau diskotek).
Dari mana Partai dapat uang? Ya, dari Sponsor ! Dari mana Sponsor dapat uang banyak untuk bayar Partai, ya dari … (mungkin) Koruptor atau Idealis-Kaya dan Gila ! Maaf.-

*Tulisan / pemikiran beliau antara lain dapat dibaca di  http://reformasi-moral.blogspot.com/2013/02/lansia-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar