Senin, 09 Desember 2013

Sekedar Catatan Sementara tentang Kriminalisasi, Politik Kriminal dan Asas-Asasnya*



I.          Beberapa prinsip HAM dalam kriminalisasi:

(a)       Hukum Pidana memang dapat digunakan untuk menegaskan (atau menegaskan kembali) sejumlah nilai-sosial yang mendasar (basic social values) bagi pembentukan perilaku hidup bermasyarakat.

(b)       Hukum Pidana sedapat mungkin hanya digunakan dalam keadaan di mana cara lain melakukan pengendalian sosial tidak dapat efektif (asas ultimum remedium dan asas subsidiaritas).

(c)       Dalam menggunakan Hukum Pidana sesuai kedua prinsip di atas (a dan b), maka harus diusahakan agar caranya seminimal mungkin mengganggu hak dan kebebasan individu, tanpa mengurangi perlindungan terhadap kepentingan kolektivitas dalam masyarakat demokratis dan modern.

II.         Beberapa Asas untuk menguji Politik Kriminal

Menurut ilmu hukum pidana “kriminalisasi” (primair: menyatakan sebagai tindak pidana perbuatan dalam abstracto, sedangkan secundaire: memberi label pelanggar hukum pidana pada orang dalam concreto), selalu berkaitan dengan kerugian pada pihak lain (dalam hal “crime without victims” tetap dianggap ada kerugian pada masyarakat).

Tetapi untuk menguji suatu kriminalisasi primair tidaklah cukup hanya diuji pada satu asas itu (adanya kerugian), tetapi ada pula sejumlah asas yang patut diperhatikan:

(a)       asas bahwa kerugian yang digambarkan oleh perbuatan tersebut harus masuk akal, adapun kerugian ini dapat mempu-nyai aspek moral (moralitas individu-kelompok-kolektivitas), tetapi selalu harus merupakan “public issue”;

(b)       asas adanya toleransi (tenggang-rasa) terhadap perbuatan tersebut (penilaian atas terjadinya kerugian, berkaitan erat dengan ada atau tidak adanya toleransi; toleransi didasarkan pada penghormatan atas kebebasan dan tanggung jawab individu);

(c)       asas subsidiaritas (sebelum perbuatan dinyatakan sebagai tindak pidana, perlu diperhatikan apakah kepentingan hukum yang terlanggar oleh perbuatan tersebut masih dapat dilindungi dengan cara lain; hukum pidana hanyalah ultimum remedium);

(d)       asas proporsionalitas (harus ada keseimbangan antara kerugian yang digambarkan dengan batas-batas yang diberikan oleh asas toleransi, dan dengan reaksi atau pidana yang diberikan);

(e)       asas legalitas, apabila a sampai dengan d telah dipertimbang-kan, masih perlu dilihat apakah perbuatan tersebut dapat dirumuskan dengan baik hingga kepentingan hukum yang akan dilindungi, tercakup dan pula jelas hubungannya dengan asas kesalahan, yang merupakan sendi utama hukum pidana;

(f)        asas penggunaannya secara praktis, dan efektivitasnya berkaitan dengan kemungkinan penegakkannya serta dampak-nya pada prevensi umum (practical use and effectivity).

III.       Asas Legalitas (the principle of legality)

(a)       Asas legalitas merupakan sendi utama (disamping asas kesalahan) dalam hukum pidana kita. Asas ini sering dirumus-kan dalam kalimat: “nullum delictum, nulla poena, sine preavia lege poenali” (tidak ada delik, tidak ada pidana, tanpa adanya aturan hukum pidana sebelumnya).

(b)       Asas ini erat kaitannya dengan istilah-istilah lex scripta (harus ada aturan hukum pidana tertulis yang menjadikan perbuatan tersebut dapat dipidana), lex certa (aturan tersebut harus jelas dan tidak ambiguous, dan lex stricta (aturan itu harus ditafsirkan secara sempit dan dilarang melakukan interpretasi berdasarkan analogi). Semua mengarah kepada asas kepastian hukum (lex certa et stricta).

IV.      Kategorisasi Delik (Tindak Pidana)

Perumusan tindak pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan Hukum (bescherming van rechtsgoederen). Karena itu penting untuk dapat menentukan kepentingan hukum apa yang dilindungi suatu delik. Dalam bahan pustaka dikenal: (i) delik yang bersifat menyakiti/merugikan kepentingan hukum (krenkings delicten), dan (ii) delik yang menimbulkan ancaman atau keadaan bahaya untuk kepentingan hukum (gevaarzettings delicten) (lihat Remelink, 2003, hal. 61 dstnya).

(a)       Dalam delik bersifat menyakiti/merugikan, maka akibat (kerugian) harus terjadi dahulu, yaitu terjadinya pelanggaran atas kepentingan hukum yang dilindungi (pembunuhan, pencurian, perusakan).

(b)       Dalam hal delik yang difokuskan pada ancaman bahaya yang mungkin timbul, maka terjadinya pelanggaran atas kepentingan hukum yang dilindungi tidak ditunggu, tetapi hukum pidana sudah bertindak preventif terhadap ancaman terhadap kepentingan hukum (penghasutan, penyebaran bahan pornografi).

Delik yang bersifat ancaman bahaya dapat dibagi lagi dalam: (i) yang bahayanya dirumuskan secara konkret, dan (ii) yang bahayanya dirumuskan secara abstrak. Dalam delik yang menimbulkan bahaya abstrak dicontohkan penghasutan atau penyebaran kebencian, sedangkan untuk delik yang menimbul-kan bahaya konkret contohnya adalah pembakaran atau perusakan.

*Makalah ini telah disampaikan pada Focus Group Discussion - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 15 September 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar