I.
Beberapa prinsip HAM dalam
kriminalisasi:
(a)
Hukum
Pidana memang dapat digunakan untuk menegaskan (atau menegaskan kembali)
sejumlah nilai-sosial yang mendasar (basic
social values) bagi pembentukan perilaku hidup bermasyarakat.
(b)
Hukum
Pidana sedapat mungkin hanya digunakan dalam keadaan di mana cara lain
melakukan pengendalian sosial tidak dapat efektif (asas ultimum remedium dan asas subsidiaritas).
(c)
Dalam
menggunakan Hukum Pidana sesuai kedua prinsip di atas (a dan b), maka harus
diusahakan agar caranya seminimal mungkin mengganggu hak dan kebebasan
individu, tanpa mengurangi perlindungan terhadap kepentingan kolektivitas dalam
masyarakat demokratis dan modern.
II.
Beberapa Asas untuk menguji
Politik Kriminal
Menurut ilmu hukum pidana
“kriminalisasi” (primair: menyatakan sebagai tindak pidana perbuatan dalam abstracto, sedangkan secundaire:
memberi label pelanggar hukum pidana
pada orang dalam concreto), selalu
berkaitan dengan kerugian pada pihak
lain (dalam hal “crime without
victims” tetap dianggap ada kerugian pada masyarakat).
Tetapi untuk menguji suatu
kriminalisasi primair tidaklah cukup
hanya diuji pada satu asas itu (adanya kerugian), tetapi ada pula sejumlah asas
yang patut diperhatikan:
(a)
asas
bahwa kerugian yang digambarkan oleh
perbuatan tersebut harus masuk akal, adapun kerugian ini dapat mempu-nyai aspek
moral (moralitas individu-kelompok-kolektivitas), tetapi selalu harus merupakan
“public issue”;
(b)
asas
adanya toleransi (tenggang-rasa) terhadap
perbuatan tersebut (penilaian atas terjadinya kerugian, berkaitan erat dengan
ada atau tidak adanya toleransi; toleransi didasarkan pada penghormatan atas kebebasan
dan tanggung jawab individu);
(c)
asas
subsidiaritas (sebelum perbuatan
dinyatakan sebagai tindak pidana, perlu diperhatikan apakah kepentingan hukum
yang terlanggar oleh perbuatan tersebut masih
dapat dilindungi dengan cara lain; hukum pidana hanyalah ultimum remedium);
(d)
asas
proporsionalitas (harus ada keseimbangan antara kerugian yang
digambarkan dengan batas-batas yang diberikan oleh asas toleransi, dan dengan
reaksi atau pidana yang diberikan);
(e)
asas
legalitas, apabila a sampai dengan d telah dipertimbang-kan, masih perlu dilihat apakah perbuatan
tersebut dapat dirumuskan dengan baik hingga kepentingan hukum
yang akan dilindungi, tercakup dan pula jelas hubungannya dengan asas kesalahan, yang merupakan sendi utama hukum pidana;
(f)
asas
penggunaannya secara praktis, dan efektivitasnya berkaitan dengan kemungkinan penegakkannya serta
dampak-nya pada prevensi umum (practical
use and effectivity).
III. Asas
Legalitas (the principle of legality)
(a)
Asas
legalitas merupakan sendi utama
(disamping asas kesalahan) dalam hukum pidana kita. Asas ini sering dirumus-kan
dalam kalimat: “nullum delictum, nulla
poena, sine preavia lege poenali” (tidak ada delik, tidak ada pidana, tanpa
adanya aturan hukum pidana sebelumnya).
(b)
Asas
ini erat kaitannya dengan istilah-istilah lex scripta (harus ada aturan hukum
pidana tertulis yang menjadikan
perbuatan tersebut dapat dipidana), lex
certa (aturan tersebut harus jelas
dan tidak ambiguous, dan lex stricta (aturan itu harus
ditafsirkan secara sempit dan
dilarang melakukan interpretasi berdasarkan analogi). Semua mengarah kepada
asas kepastian hukum (lex certa et stricta).
IV. Kategorisasi
Delik (Tindak Pidana)
Perumusan tindak pidana
bertujuan untuk melindungi kepentingan Hukum (bescherming van rechtsgoederen). Karena itu penting untuk dapat
menentukan kepentingan hukum apa yang dilindungi suatu delik. Dalam bahan
pustaka dikenal: (i) delik yang bersifat menyakiti/merugikan kepentingan hukum (krenkings
delicten), dan (ii) delik yang menimbulkan ancaman atau keadaan bahaya untuk kepentingan hukum (gevaarzettings delicten) (lihat
Remelink, 2003, hal. 61 dstnya).
(a)
Dalam
delik bersifat menyakiti/merugikan,
maka akibat (kerugian) harus terjadi dahulu, yaitu terjadinya
pelanggaran atas kepentingan hukum yang dilindungi (pembunuhan, pencurian,
perusakan).
(b)
Dalam
hal delik yang difokuskan pada ancaman
bahaya yang mungkin timbul, maka terjadinya
pelanggaran atas kepentingan hukum yang dilindungi tidak ditunggu, tetapi hukum pidana sudah bertindak preventif terhadap
ancaman terhadap kepentingan hukum (penghasutan, penyebaran bahan
pornografi).
*Makalah ini telah disampaikan pada Focus Group Discussion - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), 15 September 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar