Pendahuluan
Kita
berada diambang pergantian pemerintahan dalam tahun 2014. Dalam negara hukum
yang demokratis (dan Indonesia adalah demikian menurut konstitusinya)
pergantian ini harus dianggap normal. Seperti pada setiap pergantian jabatan,
maka akan ada serah terima kekuasaan beserta serah terima permasalahan yang
belum tuntas solusinya. Dengan perkataan lain, pemerintahan yang lama akan
“mewariskan” kepada pemerintahan yang baru sejumlah permasalahan yang
dihadapinya pada masa kekuasaannya. Salah satu permasalahan yang akan
di”waris”kan kepada Presiden dan DPR yang akan berkuasa dalam periode 2014 –
2019 adalah kasus Bank Century ![1]
Warisan
ini memang menarik untuk dibahas secara hukum, karena mempunyai berbagai
dimensi hukum (disamping dimensi politiknya) yang menurut saya tidak biasa. Pertama-tama adalah dimensi “kebijakan”
– apakah kebijakan yang keliru dari segi penilaian seorang pejabat pemerintah tentang
situasi, dapat dipermasalahkan secara hukum ? Kedua dimensi pertanggungjawaban
atasan atas perbuatan bawahan – seberapa jauh atasan harus turut
bertanggungjawab atas perbuatan bawahan. Dan ketiga, dimensi kemungkinan adanya
tindak pidana yang terjadi – artinya ada kesengajaan ataupun kelalaian yang menyebabkan
dilanggarnya UU No.31/1999 jo UUNo.20/2001 tentang Korupsi.
Yang
tentu juga menarik untuk dibahas dalam konteks ketatanegaraan adalah polemik
tentang kemungkinan “permakzulan” (impeachment)
terhadap Presiden, karena dugaan
terlibat dalam kasus Bank Century ini. Tetapi hal ini tidak akan dibicarakan di
sini, cukup mencatat bahwa polemik terjadi sekitar bulan Januari 2010 dan
menyebabkan Presiden merasa perlu untuk membicarakan hal ini dalam suatu pertemuan
dengan pimpinan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara: MPR, DPD, DPR, BPK, MA,
MK, dan KY di Istana Bogor.[2]
Beberapa
orang telah diproses secara hukum pidana mengenai kasus Bank Century[3] ini, seperti: Rafat Al Rizvi, Hesham Al Warraq
(keduanya pemegang saham pengendali-dihukum in
absentia)[4], Hermanus Hasan Muslim,dkk (Direksi),
Robert Tantular (pemilik saham minoritas -telah selesai menjalani pidana
penjara 4 tahun), Budi Mulya dan Siti C.Fadjrijah (keduanya mantan Deputi
Gubernur Bank Indonesia dan pada saat ini masih tersangka menurut KPK)[5]. Bank Indonesia
bulan Juni 2013 juga sudah digeledah dan ada 20 kotak dengan dokumen yang disita
(=dibawa penyidik untuk dipinjam guna pemeriksaan). Di dalam skala kasus-kasus yang
punya implikasi politik, ini termasuk salah satu skandal besar yang tercatat
dalam sejarah perkara pidana Indonesia.Kecuali melibatkan tokoh-tokoh politik seperti
Presiden, Wakil Presiden, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, jumlah
uang yang dipermasalahkan juga cukup besar 6,7 Triliun Rupiah atau waktu itu
(2008) sekitar -/+700 Juta Dolar Amerika Serikat.
Bagaimana nasib perkara seperti
ini untuk pemerintah yang akan datang ? Warisan
kasus yang menggugah pertanyaan
dan spekulasi !
Hukum, kekuasaan dan manipulasi
Orang
awam hukum umumnya berpendirian bahwa hukum diperlukan untuk menjaga ketertiban
dalam masyarakat (tertib sosial). Terutama dalam bidang perekonomian pendekatan
seperti ini ditekankan oleh pemerintah (baca: Penguasa). Berbagai macam peraturan
diterbitkan pemerintah dengan alasan agar terdapat ketertiban dalam usaha
pemerintah mengatur perilaku di bidang ekonomi. Untuk memperkuat pemerintah
dalam “memaksakan” sesuatu aturan, maka sering sekali pelanggara aturan
tersebut diancam dengan sanksi pidana.Bidang hukum pidana ini dikenal sebagai
hukum pidana administratif (administrative
offenses - Ordnungswidrigkeiten).
Menurut saya kasus Bank Century ini pertama-tama dan utama adalah pelanggaran
tindak pidana administratif.
Untuk
meninjau dimensi pertama, kita kembali kepada kebijakan pemerintah untuk
menyatakan suatu peristiwa sebagai mempunyai daya membahayakan sistem
perekonomian. Seandainya dapat
dibuktikan bahwa penilaian tersebut keliru, dapatkah pejabat yang membuat
kebijakan tersebut dituntut berdasarkan hukum ? Dalam kasus Bank Century peristiwa
ini dibawa ke ranah hukum, karena kebijakan ini membawa akibat kerugian
keuangan pada negara. Menurut saya kasus ini dapat membawa preseden buruk apabila
pertanggungjawaban politik (political
liability) tidak dipisahkan dengan baik dibanding dengan pertanggungjawaban
administratif (administrative liability).
Mengapa demikian? Secara singkat dapat dikatakan, karena dalam hal pertama (political liability), maka secara
sopan-santun politik pejabat bersangkutan cukup mengundurkan diri saja. Dan hal
ini sudah cukup sebagai sanksi atas kebijakan yang keliru. Tetapi dalam hal
kedua (administrative liability), maka
pejabat tersebut harus diajukan di muka Pengadilan Tatausaha Negara dan kalau
dinyatakan bersalah dapat dikenakan tindakan disiplin atau mungkin sampai pada
pemberian denda administratif yang bersifat punitif (punitive fine).Kalau jalan kedua yang diambil, maka tentu
(seharusnya) hal ini akan menutup karier selanjutnya dari pejabat bersangkutan,
dan paling tidak, ini juga dapat berakibat besar terhadap kekayaannya (apabila
harus membayar punitive fine yang
sangat tinggi).
Dalam
kasus Bank Century (dilihat dalam dimensi kedua) juga ada dugaan terdapat kekeliruan
pejabat pemerintah karena kekeliruan bawahannya. Gubernur Bank Indonesia maupun
Menteri Keuangan pada waktu itu tentunya membuat keputusan mereka berdasarkan “pengetahuan
mereka yang terbaik” (to the best of
their knowledge) dalam menilai laporan fakta dan analisa yang dibuat
bawahan mereka, dengan memperhitungkan pula keadaan ekonomi dunia pada waktu
itu. Tentunya dalam kegentingan yang dibayangkan mereka ketika Bank Century
kalah kliring dan melihat kondisi bank tersebut, sudah sepatutnya mereka
bertindak ekstra hati-hati dalam menilai fakta dan analisa bawahan mereka.
Dalam hal dapat diduga bahwa terdapat kelalaian dalam hal ketelitian yang
diperlukan pada waktu itu, maka tentunya mereka dapat dimintakan
pertanggungjawaban atas kekeliruan analisa bawahan mereka (ini sesuai dengan
ajaran respondeat superior – let the
master answer). Juga di sini diperlukan penilaian oleh pengadilan atau tim
yang independen tentang seberapa jauhnya kesalahan mereka sebagai atasan.
Dimensi
ketiga dari Bank Century adalah adanya indikasi telah terjadi tindak pidana
korupsi, karena itu penyidikan kasus ini dibebankan kepada KPK. Kebijakan
memberi dana talangan yang menurut berita mencapai 6,7 Triliun rupiah dianggap
telah merugikan keuangan negara dan karena itu dapat termasuk korupsi. Terdapat
berbagai dugaan dan persangkaan tentang dana talangan ini. Kalau mendengar Robert
Tantular, dana talangan yang dimintanya hanyalah satu Triliun Rupiah, dan dia
pun heran mengapa kemudian menjadi 7 kali lebih besar.Siapa harus
bertanggungjawab atas “pembengkakan” dana ini? Dan ke mana dana itu disalurkan
? Teka-teki ini membawa berbagai spekulasi yang pada dasarnya mempunyai
implikasi hukum pidana tetapi juga implikasi politis !
Apa
yang kita lihat dari uraian singkat di atas adalah kemungkinan Bank Century ini
memang merupakan skandal yang melibatkan “manipulasi hukum oleh kekuasaan”.
Bagaimana sebaiknya pemerintah
yang akan datang menghadapi warisan dugaan
“skandal manipulasi hukum oleh kekuasaan” ini ?
Saran Penanganan Kasus Bank
Century di Tahun 2014
Saya
berpendapat bahwa kasus ini tidak akan dapat diselesaikan tuntas dalam masa
pemerintahan SBY. Kasus ini mempunyai muatan politik yang besar dan karena itu
sebaiknya jangan diteruskan dalam jalur politik selama periode Pemilu
Legislatif dan Pemilu Presiden di tahun 2014. Apa yang sebenarnya terjadi dalam
tahun 2008 dengan masalah Bank Century, yang berjalan bersamaan dengan krisis
dunia yang dipacu oleh masalah subprime
mortgage default di Amerika Serikat, yang kemudian menjalar juga ke Eropah,
kita belum tahu secara jelas. Yang ada
adalah hanya dugaan, persangkaan dan
spekulasi. Bila ini dibiarkan membesar dalam masa Pemilu 2014, maka ditakutkan
akibatnya tidak akan dapat terkendali dengan baik.Dan hal ini dapat merusak
iklim demokrasi di Indonesia yang masih rapuh sendi-sendinya.
Ini tidak berarti bahwa kasus Bank
Century harus di “peti-es”kan! Ini adalah warisan yang
harus diterima oleh Presiden yang akan datang. Sebaiknya pemerintah yang akan
datang membentuk suatu Panitia Independen yang melapor kepada DPR dan Presiden
untuk memeriksa kasus ini dan memutuskan dalam hal pertama (tentang political dan administrative liability) dan hal kedua (tentang respondeat superior). Adapun tentang hal
ketiga, mengenai ada atau tidak adanya pelanggaran undang-undang korupsi harus tetap
diserahkan kepada dan diselesaikan oleh KPK.[6]
Kesimpulan
Kasus
Bank Century memang merupakan “bola panas” yang harus diterima oleh Presiden
yang akan datang untuk diselesaikannya bersama dengan jajaran kabinet serta DPR
dan Mahkamah Agung. Apakah nanti Mahkamah Konstitusi dan KY serta KPK akan
memainkan peranan tergantung kepada situasi politik setelah Pemilu.Jalur
politik akan dimainkan oleh Presiden dan DPR. Jalur hukum akan dimainkan oleh
MA dengan KPK dan mungkin pula KY.Sedangkan MK akan bertindak sebagai pengawas
untuk melihat bahwa Konstitusi tidak dilanggar, seandainya “percaturan” politik
akan meminta pertanggungjawaban kepada pemerintahan yang lama.
*Tulisan ini telah diterbitkan di Newsletter Komisi Hukum Nasional - November 2013
[1] Kasus
bail-out ini terjadi tahun 2008, di mana
dana sebesar Rp 6,7 Triliun diinjeksikan secara bertahap olreh Bank Indonesia
(BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS).Ada dua buku yang ditulis tentang hal ini oleh Chudry Sitompul, SH,MH,
dkk dari Universitas Indonesia tentang Skandal Bank Century : Rekayasa Bail-out Rp 6,7 Triliun dan Lolosnya Pemegang Saham Pengendali, Pusat
Pengkajian Hukum Acara dan Sistem Peradilan, FHUI, 2012. Bank ini sekarang
bernama Bank Mutiara.
[2] Di DPR telah
dibentuk Panitia Khusus Bank Century
yang menjadikan kegiatan talangan ini menjadi isyu politik dengan saran
dilakukan penyidikan kriminal terhadap mantan Gubernur BI/sekarang WaPres Boediona
dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
[3] PT Bank Century
Tbk adalah merger antara Bank CIC, Bank Danpac dan Bank Pikko, dengan
persetujuan BI dan Bapepam bulan Desember 2004. Ada indikasi terdapat
penyimpangan dalam cara merger,karena
tidak sesuai dengan SOP yang ada.
[4] Mereka
dihukum 15 tahun penjara dan dende Rp 15
Miliar serta membayar uang pengganti Rp 3,1 Triliun karena melakukan korupsi
dan pencucian uang. Hingga saat ini mereka masih berada di luar negeri (melarikan
diri).
[5] Budi Mulya adalah
Deputi V Bidang Pengawasan dan Siti Fadjrijah adalah Deputi IV Bidang
Pengelolaan Moneter Devisa di BI.
[6]
Pemerintah Indonesia pada bulan Agustus 2013 telah minta bantuan otoritas hukum di Pulau Jersey
(di Selat Inggris) untuk membekukan asset yang diduga berasal dari Bank Century
dan dilarikan ke luar negeri oleh Rafat Ali Rizvi (yang telah diminta di ekstradisi).Untuk
keperluan ini telah diterbitkan Peraturan Presiden No.9/2012 untuk menjadi dasar
meminta Mutual Legal Asistance..Aset
Bank Century di Jersey diduga mencapai 40 juta Dolar Amerika Serikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar